Tahun lalu Alfred Müller mengunjungi Indonesia untuk memeriksa secara langsung pengalaman rekan-rekannya di Indonesia. Apa yang dia lihat di Indonesia, menurut dia, tidak bisa dijelaskan. Di negara kita, menurut Alfred, reumatologi berhenti berkembang sejak pertengahan abad lalu.
Setelah melakukan sejumlah wawancara dalam bahasa Jerman, Dr. Alfred Müller memberikan persetujuannya untuk melakukan wawancara untuk terbitan edisi Indonesia kami.
- Berbicara kepada para jurnalis Jerman, Anda mengatakan kalau apa yang Anda lihat di Indonesia membuat Anda merasa sangat terkejut. Bisakah Anda memberikan komentar lebih jauh tentang hal itu?
- Pertama-tama saya ingin katakan kalau saya sangat menyukai Indonesia, baik budayanya, dan para penduduknya. Tapi kondisi berbagai produk yang beredar di sini benar-benar mengejutkan para dokter Jerman. Produk Anda tertinggal setidaknya 20, atau bahkan 30 tahun. Setidaknya, dalam hal pengobatan penyakit sendi, otot dan tulang. Bisa dibilang kalau reumatologi sebagai ilmu pengetahuan sama sekali tidak ada di Indonesia.
Lihatlah apa saja yang disarankan dokter untuk pengobatan sendi di Indonesia: Viprosal, Ibuprofen, Voltaren\Fastum Gel, Diclofenac, Theraflex, Nurofen, dan obat-obatan sejenis lainnya.
Padahal, obat-obatan ini TIDAK MENGOBATI PERSENDIAN DAN TULANG RAWAN sama sekali, obat-obatan ini hanya meredakan gejala penyakitnya saja, nyeri, peradangan, dan pembengkakan. Sekarang bayangkan apa yang terjadi di dalam tubuh. Saat kita meminum pil, menggunakan gel pereda sakit, atau suntikan pereda sakit, rasa nyerinya memang mereda. Tapi setelah obat tersebut berhenti bekerja, rasa nyerinya seketika kembali.
Dan nyeri adalah sinyal yang penting, nyeri menunjukkan kalau sendi tersebut mengalami proses patologis. Dengan hanya meredakan rasa sakitnya saja, persendian tersebut menderita kerusakan yang lebih besar. Proses kerusakan menjadi lebih cepat 3 hingga 5 kali lipat dan akhirnya berakibat pada kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi, kelumpuhan total, dan kecacatan.
Cara menghilangkan nyeri sendi seperti ini sudah tidak lagi digunakan di Eropa selama lebih dari 20 tahun lamanya. Obat-obatan pereda sakit hanya digunakan dalam kasus-kasus yang ekstrim, sangat jarang, dan dilakukan dengan sangat hati-hati. Di Jerman, obat-obatan semacam ini dijual hanya dengan resep dokter dan di bawah pengawasan medis yang ketat.
Obat-obatan yang disebut sebagai "chondroprotector" ini dilarang peredarannya karena dianggap sebagai obat palsu dan tidak berguna.
Dokter-dokter dan apoteker Anda hanya akan membuat banyak orang menjadi cacat! Memang jelas kalau jauh lebih menguntungkan untuk terus-menerus menjual obat-obatan untuk menghilangkan gejalanya saja dibandingkan mengobati penyakit untuk selamanya, atau memulihkan sendi yang terdampak, tapi kondisi ini sangat menyedihkan dan parah sekali!