Koresponden: “Rina Kusumastuti, Anda masuk ke dalam daftar sepuluh pelajar terpintar di Universitas Kedokteran di dunia. Mengapa Anda memutuskan untuk berkecimpung di dalam masalah obesitas?”
Saya tidak terlalu ingin berbicara mengenai hal ini di hadapan publik, tetapi motivasi saya di sini bersifat pribadi. Beberapa tahun yang lalu, ibu saya meninggal akibat tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh kelebihan berat badan. Semua kelihatan baik-baik saja pada awalnya, lalu tiba-tiba beliau mengalami stroke dalam tidur dan meninggal dalam keadaan tersiksa. Dan begitu saja, beliau pergi dari sisi saya. Nenek saya juga meninggal akibat alasan yang sama. Lalu, saya pun mulai mempelajari isu-isu terkait obesitas dan cara menghindarinya. Saya sangat terkejut ketika memahami bahwa diet, olahraga, tablet, dan sedot lemak – dalam 90% kasus berbahaya bagi kesehatan dan malah semakin memperburuk masalah obesitas. Mama juga menjalani berbagai macam diet dan melakukan olahraga di pusat kebugaran selama hampir 5 tahun.
Selama tiga tahun terakhir, saya sepenuhnya menenggelamkan diri dalam tema ini. Metode terbaru penyembuhan obesitas itu sendiri, yang saat ini sedang ramai diperbincangkan, muncul selama proses penulisan skripsi saya. Saya paham bahwa saya tengah menciptakan sesuatu yang baru, tetapi saya sebelumnya tidak membayangkan jika hal ini mampu menimbulkan ketertarikan dari berbagai struktur.
Reporter: Dari pihak struktur yang mana?
Begitu muncul publikasi mengenai metode baru saya yang mampu mengatasi masalah obesitas, langsung saja muncul berbagai tawaran untuk menjual ide saya ini. Yang pertama menghubungi saya adalah orang Prancis, yang menawarkan diri untuk membeli ide saya dengan harga 120 ribu euro. Yang terakhir adalah perusahaan farmasi asal Amerika Serikat yang bersedia membeli ide saya dengan harga 1 juta dolar. Sekarang, saya sudah mengganti nomor telepon saya dan tidak pernah lagi masuk ke jejaring sosial saya karena setiap hari mereka mengirimkan penawaran pembelian dari seluruh saluran komunikasi yang ada.
Reporter: Tetapi, sejauh yang saya tahu, Anda belum menjual formula ini, bukan?
Iya, saya belum menjualnya. Mungkin ini kedengarannya agak keras, tetapi saya membuat formula ini bukan untuk menguntungkan sejumlah orang di luar negeri. Apa yang akan terjadi jika saya benar-benar menjual formula ini ke negara lain? Mereka akan memperoleh paten, melarang yang lain untuk memproduksi obat ini, dan meraup uang sebanyak mungkin dari obat ini. Memang saya masih muda, tetapi saya tidak bodoh. Dalam situasi ini, orang-orang awam tidak akan berdaya. Salah satu dokter asing pernah berbicara kepada saya bahwa obat semacam ini harus diberi harga tidak kurang dari Rp 390.000. Bagaimanapun, ini bukan hal yang bagus. Siapa yang mampu membeli obat seharga tiga ribu dolar di Indonesia?
Oleh karena itu, ketika saya memperoleh undangan untuk berpartisipasi dalam pengembangan obat asal Indonesia ini, saya langsung saja setuju. Kami bekerja bersama dengan para pakar terbaik dalam bidang endokrinologi Universitas Kedokteran Indonesia. Ini benar-benar menakjubkan. Sekarang, obat ini sudah melalui uji klinis dan sudah tersedia bagi umum.
Dari pihak ahli, pengembangan obat ini dikoordinasikan oleh Bima Agri - ahli endokrin, akademisi. Kami meminta beliau untuk bercerita tentang obat ini serta rencana-rencana untuknya.